Sebenarnya tulisan ini basi banget kalo dilihat dari sisi tanggal/saat kejadiannya, tapi Insya Allah gak akan pernah basi jika dilihat dari sisi manfaatnya buat para orang tua yang sedang mencari sekolah terbaik untuk anaknya.
Nayla lahir pada bulan Juni tahun 2009. Bulan yang pas banget kata sebagian besar orang karena tahun ajaran baru (sekolah) dimulai pada bulan Juli, jadi gak mungkin Nayla ditolak masuk suatu sekolah karena alasan umurnya kurang dan gak bakal jadi terlalu tua juga karena hanya selisih (lebih tua) 1 bulan dari yang disyaratkan (bulan Juli). Tapi kalo menurut gue sich, umur segitu terlalu pas2an ditinjau dari sisi kematangan psikologis anak terutama saat memasuki jenjang sekolah formal yang pertama, yaitu Sekolah Dasar (SD). Apalagi setelah gue sadar ternyata SD jaman sekarang dimulai dari anak umur 6 tahun bukan 7 tahun kayak jaman gue dulu. Jadi pas masuk SD nanti umur Nayla bakalan baru 6 tahun 1 bulan. Yaaa jadi dengan kondisi kayak gitu menurut gue sich akan lebih ideal kalo anak lahir sekitar bulan Februari – April. Hitung2n ala gue ini sempat menjadi target buat anak kedua nanti, sebelum akhirnya gue pasrah karena sampai sekarang belum diamanahi juga anak kedua, hehehe…
Usia kelompok bermain (playgroup) umumnya dimulai sejak usia 2 tahun. Saat usia segitu Nayla masih sering diajak Yang Ku jalan-jalan ke PAUD dekat rumah tapi tentu saja PAUD ini sama sekali gak masuk dalam daftar sekolah incaran buat Nayla. Saat itu gue dan suami memutuskan untuk menunda sekolah Nayla hingga umur 3 tahun. Alasan utama kita tidak menyekolahkan Nayla saat baru berumur 2 tahun adalah karena gue merasa fondasi pola makan Nayla belum cukup kuat. Yup, gue dan suami sangat ketat menerapkan aturan pola makan sehat buat Nayla, mulai dari lahir gak pernah kenal susu formula (sufor) dan hanya sedikit terekspos susu sapi, itupun nyaris gak pernah dalam bentuk susu cair tapi hanya dalam bentuk campuran makanan seperti keju, puding, es krim yang gue tetapkan hanya sebagai makanan rekreasional, artinya cukup dimakan sesekali saja. Semua kebutuhan susu Nayla hingga usia 2 tahun hanya dipenuhi oleh ASI, baik secara langsung maupun melalui ASI perah. Asupan makanan padatnya pun fokus pada makanan alami seperti buah dan sayur, yang tentunya sama sekali tidak memerlukan proses pemasakan. Jadilah Nayla sering membuat takjub banyak orang karena dengan asyiknya bisa menikmati segala macam buah (bahkan yang rasanya asam sekalipun) dan lalapan/sayuran mentah (selada, timun, tomat). Untuk nasi, lidah Nayla pun sudah sangat bisa menerima nasi merah yang buat sebagian besar pecinta nasi putih tentunya terasa kurang enak. Protein hewani gue berikan setiap hari secara bergantian antara ayam kampung, daging sapi, dan ikan. Masakan buat Nayla pun dimasak tanpa gula dan garam. Kebijakan no added sugar ini diterapkan untuk seisi rumah tanpa kecuali hingga saat ini. Sementara sejak Nayla berumur 3 tahun barulah masakannya dibubuhi sedikit garam, itu pun gue pilih garam murni (sea salt). Terakhir, tentu saja semua makanan pabrikan, termasuk instant food dan processed food (sosis, nugget, and so on) sama sekali tidak ada dalam daftar makanan Nayla maupun seisi rumah. Dengan aturan makan yang sangat rigid itu, rasanya sayang kan kalo 2 tahun pertama yang dipenuhi dengan makanan sehat harus hancur gegara pengaruh dari luar (teman-teman sekolah) yang belum tentu orang tuanya seketat gue urusan makanan anak. Usia 3 tahun, gue harapkan lidah Nayla sudah cukup “terdidik”, dalam arti sudah memiliki standar rasa enak yang Insya Allah sejalan dengan standar sehat. Jadi semoga ketika nanti Nayla membuka bekal snack-nya di sekolah, which is selalu buah-buahan, Nayla bisa sangat menikmatinya dan “cuek” dengan makanan teman2nya yang mungkin saja penuh gula, artificial colour and flavour, preservatives, dan segala jenis bahan kimia tambahan. Gue cukup optimis, karena beberapa kali gue kasi Nayla mencicipi kue tart (yang umumnya rasanya sangat manis) dan sukses dilepeh. Kata Nayla, “Gak enak, mama… manis banget!” Yes!!! Jadi sudah terbentuk persepsi bahwa rasa yang terlalu manis (banyak gula) adalah TIDAK ENAK.
Merasa cukup mantap dengan fondasi pendidikan untuk “lidah” Nayla, sekarang saatnya mencari KB/PG buat Nayla! Secara umum, tujuan kita menyekolahkan Nayla adalah untuk bersosialisasi dengan anak-anak yang seumuran, salah satunya juga untuk belajar berbagi. Dengan tujuan tersebut maka kriteria KB/PG buat Nayla adalah sebagai berikut:
– Menggunakan bahasa Indonesia sebagai satu-satunya bahasa pengantar.
– Tidak mengajarkan baca, tulis, hitung (calistung).
– Guru-gurunya memiliki passion yang tinggi terhadap anak-anak.
– Kurikulumnya jelas (gak bongkar pasang), fokus pada pengembangan motorik kasar dan halus, kemampuan sosial dan bahasa, membimbing kebiasaan-kebiasaan yang baik (cuci tangan, antri, dll.), serta tidak semata-mata fokus pada unsur kognitif/akademis.
– Evaluasi penilaian anak lebih pada proses daripada hasil.
– Fasilitas dan infrastruktur memadai dan aman (ramah anak).
– Dan yang paling penting, Nayla suka dan nyaman dengan lingkungan sekolah tersebut.
Berikut KB/PG yang gue survei:
An-Nahl
Lokasi: Kebun Jeruk, Jakarta Barat (hanya 5 menit jalan kaki dari rumah)
Bahasa pengantar: Indonesia (1x seminggu ada pelajaran bahasa Inggris)
Kurikulum: DikNas dan Islam, sistem sentra dan moving class
Kualifikasi guru: S1
Gue bertemu dengan Bu Iin (kepala sekolah, dan mungkin juga sekaligus owner) dan Ms. Marya (guru bahasa Inggris). Bu Iin looks smart, punya passion sama anak-anak, dan pastinya bisa memuaskan hampir semua pertanyaan gue. Ms . Marya juga memberikan penjelasan ke gue dengan lumayan ok.
Calistung: sebatas pengenalan angka dan huruf
Umur minimum: 3 tahun
Infrastruktur: sangat minim, masih menumpang di tanah wakaf masyarakat Aceh sehingga sulit untuk mewujudkan lingkungan bebas asap rokok, area bermain outdoor sempit dan beralas beton (keras dan tidak aman jika anak jatuh). Nyaris tidak ada tanaman di lingkungan sekolahnya. Bahkan jaman suami gue masih kos di dekat lokasi An-Nahl (hanya berjarak beberapa rumah) setiap malam sering mendengar suara “bantingan” kartu dan taruhannya.
Bee Preschool
Lokasi: Pos Pengumben, Jakarta Barat
Bahasa pengantar: Inggris
Kurikulum: Montessori dan Singapore
Kualifikasi guru: S1
Umur minimum: 1 tahun
Pas di sini gue ditemui bagian administrasi atau marketing gitu deh. Pastinya si mbak-nya nyaris tidak bisa menjawab semua pertanyaan gue. Lah yang bisa dia jawab cuma masalah biaya, jadwal kelas, yang sebenarnya sich gak perlu dijelaskan karena sudah tercantum semua di brosur. O ya, di sini pembayarannya sangat fleksibel, bahkan mereka juga menerapkan pembayaran per kedatangan. Di jadwal kelas gue lihat ada kegiatan video showing setiap hari Jumat (bukan ada sich, memang cuma itu satu2nya kegiatan di hari Jumat). Trus gue tanya, jadi semua anak yang sekolah di sini, termasuk yang berusia < 2 tahun juga mengikuti kegiatan video showing setiap hari Jumat?
Dijawab dengan santai, “Iya Bu…”
Langsung aja gue nyamber, “Mbak tau gak, berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang mengadopsi rekomendasi American Academic of Paediatrics (AAP) tidak merekomendasikan nonton TV dan sejenisnya untuk anak berusia < 2 tahun terkait dengan kesehatan matanya dan bukan semata-mata karena acara TV-nya, bahkan meskipun jarak menonton telah diatur seideal mungkin.”
Si mbak cuma bengong dan hanya menjawab sekenanya, “Ya tapi di sini begitu, Bu…”
Sadar gue ngomong dengan orang yang salah, ya lebih baik gak dilanjutkan daripada jadinya debat kusir…
Infrastruktur: memadai dan aman, secara umum lingkungannya bersih dan nyaman termasuk toiletnya yang juga bersih dan didesain khusus sesuai ukuran tubuh anak-anak, dan ada kolam renang.
Lazuardi Cordova (Global Islamic School)
Lokasi: Jl. Meruya Selatan, Jakarta Barat (cabang), pusatnya di Cinere – Jakarta Selatan
Bahasa pengantar: Indonesia : Inggris (50 : 50)
Kurikulum: DikNas dan Islam
Kualifikasi guru: S1
Umur minimum: 2 tahun
Infrastruktur: biasa-biasa saja, nothing special, jadi menurut penilaian gue sich gak sebanding ya dengan harganya yang lumayan mahal. Tapi secara umum kebersihannya cukup terjaga, termasuk toiletnya juga bersih, meskipun memang desain-nya umum ya (tidak disesuaikan dengan ukuran tubuh anak kecil). O ya, memang gedung sekolahnya sebenernya adalah rumah biasa yang dijadikan sekolah. Salah satu concern gue adalah cukup banyaknya undakan/tangga (sekitar 2 atau 3 anak tangga => split level) yang menurut gue memperbesar risiko anak jatuh.
Jakarta Islamic School
Lokasi: Joglo, Jakarta Barat (cabang), pusatnya di Kalimalang – Jakarta Timur
Bahasa pengantar: Inggris
Kurikulum: DikNas dan Islam
Kurikulum agama Islamnya cukup banyak dan “berat” dibandingkan dengan beberapa sekolah Islam lain, dan tambahannya ada juga program hafal Qur’an. Tapi sayangnya gue kurang mendapat penjelasan mengenai bagaimana cara mereka mengajarkan implementasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam hal kebersihan, mereka mewajibkan setiap orang melepas alas kaki ketika menginjak koridor (lantai keramik) meskipun masih di luar ruang kelas, tapi di sisi lain gue lihat lantai koridornya pun gak terlalu bersih. Mendingan yang umum2 aja sich kalo kata gue. Namanya koridor kan berpotensi dilewati berbagai orang ya, gak cuma warga sekolah. Bisa tamu, tukang parkir, sopir yang jemput anak2, dll. Lah belum tentu mereka fully aware sama aturan lepas alas kaki di koridor itu. Sementara anak-anak kudu lepas alas kaki, akhirnya kaki atau kaos kaki (note: kalo pake kaos kaki jadinya malah licin, bahaya juga kan) anak-anak lah yang jadi kotor gak keruan. Menurut gue sich, ya yang sewajarnya aja lah, lepas alas kaki kalo masuk ruangan gitu… Lah kalo gini, kebayang gak sich kalo di koridor aja kudu lepas alas kaki, sementara mau ke toilet kan kudu lewat koridor, dan gue jamin 1.000% tuh toilet pasti bukan toilet kering (faktanya malah cukup jorok toiletnya, lah pihak sekolah aja gak rela menyediakan jet washer, adanya cuma gayung buat cebok, kebayang donk beceknya). Keluar dari toilet dengan kaki basah (karena toilet becek dan kotor), gak kebayang tuh joroknya lantai koridor… Dan sampai sekarang pun gue masih gagal paham relevansi antara lepas alas kaki dan nilai Islam karena sebagian besar sekolah Islam menerapkan aturan ini: lepas alas kaki hampir di seluruh area sekolah!
Kualifikasi guru: S1
Pas gue masuk ruang kelas playgroup sama Nayla, ada 2 guru yang sedang asyik makan kurma, hanya melihat sekilas tanpa menyapa Nayla. Hellloooo….! Where’s your passion, Mam?
Di halamannya pun anak-anak bermain/berkeliaran bebas nyaris tanpa pengawasan dari guru.
Umur minimum: 3 tahun
Infrastruktur: area bermain outdoor dicor beton (keras), risiko luka kalau anak jatuh. Mungkin karena mereka sadar bahwa area outdoor-nya kurang aman maka mereka melarang anak-anak playgroup main di luar (area outdoor). Jadi selama 2 jam belajar, anak playgroup hanya boleh berada di dalam ruang kelas dengan ventilasi yang kurang memadai.
Tidak ada peraturan tegas yang melarang guru menerima apapun dari orang tua murid supaya menjaga obyektivitas dan profesionalitas guru itu sendiri. Tapi lumayannya masih ada pengaturan sedemikian rupa dengan cara pemberian dari orang tua murid dikumpulkan trus di-pool di kepala sekolah sehingga dapat dibagi lebih merata kepada seluruh guru dan komponen sekolah lainnya. Tapi ya tetap sich gak menutup kemungkinan ada orang tua murid yang memberikan hadiah secara bilateral kepada guru tertentu dengan motif-motif tertentu pula.
Kesimpulan
Kurikulum acceptable, bahasa pengantar not acceptable, passion guru terhadap anak kurang, infrastruktur kurang.
Kepompong
Lokasi: Jl. Bangka Raya (Jakarta Selatan)
Bahasa pengantar: Indonesia
Kurikulum: prinsip dari the National Association for the Eduacation of Young Children (Washington DC, USA), filosofi dari Piaget, Erikson, dan Vygotsky. Kegiatan sekolah dimulai dengan bermain di halaman rumput selama 30 menit, bebas silakan pilih, ada ayunan, prosotan, melukis, bak pasir, dll. Dilanjutkan dengan kegiatan kelompok besar (20-25 anak), misalnya menyanyi. Lalu makan siang bersama, selanjutnya kegiatan kelompok kecil (4-5 anak per kelompok).
Calistung: tidak ada
Rasio guru:murid : 20-24 anak per kelas dengan 5 guru
Umur minimum: 2 tahun
Infrastruktur: area bermain outdoor sangat luas, beralas rumput, dan di sekitar permainan (ayunan, prosotan, dll.) dialasi pasir halus. Gue pernah baca bahwa alas pasir halus merupakan alas bermain yang paling aman in case anak jatuh. Anak tetap memakai sepatu di ruang kelas, dan ruang kelasnya sendiri cukup luas, tidak ber-AC (hanya kipas angin besar di langit-langit), namun dengan ventilasi cahaya dan sirkulasi udara yang cukup baik. Setiap tiang yang ada di dalam ruangan dilapisi busa, jadi kalo anak-anak berlari-larian dan kejedot tiang, relatif aman. Lingkungan sekolah (termasuk toilet) bersih, meskipun toilet anak cowok dan cewek tidak dipisah ya. Cukup terlihat bahwa anak diajari untuk mencintai kebersihan, terlihat dari banyaknya wastafel yang ada hampir di setiap sudut halaman maupun ruangan.
Berdasarkan ngobrol dengan kepala sekolahnya, di sini ada peraturan tegas yang melarang guru untuk menerima apapun dari orang tua murid. Bahkan pesta ultah anak pun diatur tidak boleh berlebihan, salah satunya dengan tidak boleh memberikan goodie bag.
Kesimpulan
Kurikulum, bahasa pengantar, infrastruktur OK. Passion guru terhadap anak-anak terlihat tinggi, Nayla terlihat nyaman bersama guru-gurunya. Kekurangannya lokasi jauh dari rumah gue (waktu tempuh 1 jam 20 menit).
Al Bayan Islamic School
Lokasi: Joglo – Jakarta Barat (waktu tempu 1 jam 30 menit, ini sich karena macet berat)
Bahasa pengantar: Indonesia
Kurikulum: DikNas + Islam
Calistung: tidak (tapi ada pengenalan angka dan huruf)
Umur minimum: 3 tahun
Infrastruktur: area bermain outdoor tidak ada, tapi ada area bermain semi-outdoor yang cukup memadai (alas busa), ada kolam renang untuk SD, toilet kurang bersih (tapi ternyata waktu itu yang gue lihat adalah toilet umum yang bukan untuk anak2, menurut teman yang sempat menyekolahkan anaknya di sini, toilet untuk anak ada di dalam ruang kelas dan kondisinya cukup bersih). Kelas playgroup di bawah, TK di lantai 2, tinggi anak tangga kurang sesuai (terlalu tinggi) buat ukuran anak TK.
Kesimpulan
Kurikulum dan bahasa pengantar OK. Infrastruktur cukup, hanya kurang bersih.
Planet Kids Pre-school
Lokasi: depan Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng – Jakarta Pusat
Bahasa pengantar: Indonesia
Kurikulum: multiple intelligence (Howard Gardner) dengan penekanan pada budaya Indonesia (contoh: gamelan, angklung).
Calistung: tidak (tapi ada pengenalan angka dan huruf)
Rasio guru:murid : 20-24 anak per kelas dengan 5 guru
Umur minimum: 2 tahun
Infrastruktur: area bermain outdoor cukup, alas tanah (rumput belum tumbuh) + busa di bawah prosotan. Ruang kelas luas dan ber-AC. Anak pakai sepatu di halaman tanah, tanpa alas kaki di dalam kelas, dan pakai sandal jepit di halaman samping (tempat binatang peliharaan kayak mini zoo gitu deh). Lingkungan sekolah, termasuk toilet bersih, dan dipisahkan antara toilet untuk anak cowok dan anak cewek. Tersedia wastafel di hampir setiap sudut sekolah.
Ada anjuran yang melarang guru untuk menerima apapun dari orang tua murid. Dalam prakteknya, pemberian dari orang tua murid umumnya hanya berupa makanan (dibagi bersama), dan untuk yang bilateral hanya sejenis aksesoris (selendang, pashmina, and so on).
Kesimpulan
Kurikulum, bahasa pengantar, infrastruktur OK. Passion guru terhadap anak2 cukup baik. Nayla terlihat bisa berinteraksi dengan salah satu guru. Kekurangannya, sekolah ini hanya sampai jenjang playgroup, gak ada TK-nya, jadi PR lagi deh buat cari TK-nya…
TK Negeri Pembina Tingkat Nasional
Lokasi: Petukangan Utara – Jakarta Selatan (berbatasan dengan Jakarta Barat)
Bahasa pengantar: Indonesia
Kurikulum: DikNas, metode pengajarannya kelihatannya masih konvensional, di dalam ruang kelas ada 1 meja + kursi guru di depan kelas, persis kayak kelas zaman gue dulu sekolah.
Calistung: tidak (tapi ada pengenalan angka dan huruf)
Rasio guru:murid : 10-15 anak per kelas dengan 2 guru
Umur minimum: 3 tahun
Infrastruktur: area bermain outdoor cukup luas, alas rumput, ada kolam renang. Ruang kelas cukup luas dan ber-AC. Secara umum sangat lengkap, namun terlihat kurang terawat dan kurang bersih. Jumlah wastafel juga minim. Lokasi WC agak terpencil, jauh dari ruang kelas, persisnya di sebelah pantry tempat bapak2 pesuruh sekolah nongkrong. Langsung kebayang kejadian pelecehan seksual di JIS oleh petugas cleaning service yang salah satu faktor pendukungnya adalah lokasi toilet yang jauh dari ruang kelas dan tertutup.
Kesimpulan
Kurikulum dan bahasa pengantar OK. Infrastruktur lengkap tapi kurang bersih/terawat. Passion guru terhadap anak-anak rendah. Nayla coba tersenyum ke salah satu guru, eeehhh gurunya cuek. O iya, ada satu lagi, penampilan guru TK yang menemui kami, terlihat kurang bersih, mukanya berminyak, pokoknya overall kayaknya sich bukan tipe orang yang “bersihan” ya…
Taman Kreativitas Anak Indonesia (TKAI)
Lokasi: Cipete, Jakarta Selatan
Bahasa pengantar: Indonesia
Pemilik: psikolog Rose Mini
Kurikulum: active learning danmultiple intelligence
Calistung: tidak (tapi ada pengenalan angka dan huruf)
Umur minimum: 2 tahun
Infrastruktur: area bermain outdoor lumayan luas, beralas rumput, ada ayunan, prosotan, dan khas TKAI: rumah pohon. Kekurangannya ya agak2 becek aja sich kalo abis hujan. Ruang tengahnya cukup luas buat area bermain anak. Ada halaman samping yang biasanya dipakai untuk makan bersama, dan kalau waktunya berenang disulap menjadi kolam renang dengan kolam ukuran plastik yang cukup besar, bahkan untuk orang dewasa sekali pun. Dekorasi di sekolah ini sangat bervariasi, selalu berganti menyesuaikan dengan tema yang sedang diajarkan di sekolah, terlihat guru2nya kreatif banget bikin dekorasinya.
Soal passion guru terhadap anak2, jangan ditanya lagi. Jangankan guru2nya, sampai petugas administrasi pun mengenal seluruh murid di sekolah ini. Bahkan pas hari pertama sekolah, ada seorang anak yang nyaris sepanjang jam sekolah tidur di pelukan gurunya dan gurunya tetap santai, ceria, sama sekali gak maksa bangunin anak itu, dan tetap bisa bermain bersama anak2 lain. Wonder woman banget deh!
Kesimpulan
Bahasa pengantar, kurikulum, dan infrastruktur OK. Infrastruktur yang sederhana terlihat justru memicu guru2nya untuk lebih kreatif dalam memaksimalkan potensi sekolah.
Akhirnya gue memutuskan menyekolahkan Nayla di TKAI. Selain karena poin-poin positif di atas, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan gue. Pertama, soal jarak dan waktu tempuh yang lumayan jauh dan lama, gue siasati dengan mengambil kelas sesi siang yang dimulai sekitar pukul 10:30. Jadi Nayla bisa berangkat dari rumah sekitar jam 9 atau 9:15, gak terlalu rush juga di pagi hari. Kedua, sekolahnya cuma 3x seminggu dan ada pilihan hari Selasa, Kamis, Sabtu, jadi minimal setiap minggunya ada 1 hari yang gue bisa nganterin Nayla dan bisa lihat langsung perkembangan Nayla di sekolah.
Nich foto-foto Nayla selama di TKAI:
Sehari sebelum hari pertama sekolah, Nayla sudah siap dengan tas sekolahnya.
Main ayunan di halaman sekolah.
Outbond cukup di halaman sekolah karena halamannya luas. Ini persiapan mau flying fox, naik ke rumah pohon dulu.
Pentas Seni